Kupikir menolong
orang lain bukan hanya sekedar tentang pahala apa yang akan didapat. Tetapi bagaimana
menolong orang lain adalah sesuatu jalan menyampaikan terimakasih dan ucapan
syukur lewat jalan yang tidak biasa. Begitulah kata ‘tolong’ dalam konteks ini
tidak bisa diuraikan secara kemprehensif dan tidak bisa disamakan dengan kata
tolong dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Kini kami
mengalami chaos yang terlalu kompleks. Kupikir runtutan peristiwa ini adalah
sama dengan apa yang pernah kualami saat-saat tahun pertama dulu. Saat teman
SMA sendiri memprovokasi teman-teman yang lain untuk memasukkanku ke dalam
penjara karena suatu kasus dimana justru aku yang menjadi korbannya. Kala itu
aku mempertanggungjawabkannya dengan bolak-balik Solo – Jogja berkendara motor
sendiri. Entah dalam 1 hari atau 2 hari aku bolak-balik untuk mempertanggungjawabkannya.
Hanya itu yang bisa kulakukan untuk mencari kebenaran dari setiap jengkal
permasalahan yang ada. Teman-teman banyak membantuku baik itu dari segi fisik
maupun psikis. Bagi mereka yang tahu keadaanku, mereka maklum dengan berbagai
kerugian yang kualami. Tanpa atau dengan bantuan material dari mereka, aku
masih hidup sampai sekarang. Tanpa atau dengan bantuan material dari mereka,
bantuan moriil dari mereka cukup mampu membuatku kuat. Keputusan final akhirnya
jatuh pada pinjaman dan hutang kesana kemari yang kulakukan. Ketika kuwujudkan
dalam bentuk yang lain, justru aku kurang mendapat penghargaan dari mereka. Barang
yang seharusnya menjadi milik mereka, sudah kuusahakan untuk sampai di tangan
mereka, berusaha menghubungi mereka, sekarang pun lenyap tak bersisa.
Sekarang hal
itu terjadi lagi. Manakala kerugian dipasrahkan ke satu orang saja, yaitu si
ketua, pemegang segala resiko dan segala untung-bila memang ada untung. Si ketua
sudah mempertaruhkan berbagai hal baik itu materi, hati, tenaga untuk membuat
hal itu terjadi. Bagi orang-orang yang memang tahu kondisi si ketua, maklum
baginya untuk membantu menyelesaikan persoalan tersebut. Namun, bukan alasan
karena aku tahu pengorbanan si ketua selama ini yang mendorongku untuk
membantunya.
Sepanjang jalan
menjalani hal ini, aku tahu bahwa ia menyesali semua yang telah terjadi. Setiap
usai solat, aku tahu ia berdoa memohon ampun kepada Tuhan serta memohon bantuan
atas semuanya. Aku tahu bahwa ia memanjatkan doa agar semua berjalan sesuai
dengan takdir yang tepat serta usaha kami yang maksimal. Aku tahu ia selalu
istikomah puasa sunnah. Dengan ini, aku tahu bahwa ia adalah seorang muslim. Bahwa
ketika mendapat musibah, ia menyerahkan kepada Alloh, bukan kepada yang lain. Bahwa
aku tahu, usaha yang dilakukan secara maksimal diiringi dengan doa. Tidak semua
pemimpin melakukan itu ketika sedang dalam musibah. Pertama, aku tahu ia adalah
seorang muslim. Untuk itu aku membantunya.
Berikut selama
bekerja bersama si ketua, ia tak henti mengingatkan untuk solat. Di tengah
hectic-nya berbagai urusan yang harus dilakukan saat persiapan menjelang acara,
ia tak henti mengingatkan solat tepat waktu. Kedua, aku tahu ia adalah seorang
muslim. Untuk itu aku membantunya.
Jauh hari, jauh
bulan, jauh tahun aku menjalin pertemanan dengannya. Tidak ada hentinya ia
mengingatkan untuk memasang selembar kain ini di kepalaku. Bukan berarti
apa-apa, hal ini benar-benar merubah kehidupanku. Keteduhan yang tidak pernah
kurasakan lagi, ada pada si ketua. Ketika aku malas mengenakannya, ia rajin
mengingatkan bahwa selembar kain di kepalaku ini sangat berharga bagi yang ada
di dunia, bagi orangtuaku, bagi saudaraku, bagi akhirat nanti.
Dalam hal ini
tidak ada perbandingan antara materi apa yang pernah ia berikan padaku atau
materi apa yang pernah kuberikan kepadanya. Selembar kain ini cukup memberi
jawaban bahwa itu adalah alasan besar untukku membantunya. Karena ia tidak
memberikan materi, melainkan sesuatu yang tidak bisa ditukar dengan materi. Sekeras
apapun aku membantunya toh tidak mampu mengimbangi apa yang ia katakan kepadaku.
Alasan ketiga adalah aku tahu ia seorang muslim. Untuk itu aku membantunya.
Menolong tentu
semampunya. Jika aku punya materi yang sedikit lebih, aku akan membantunya. Mungkin
dengan membantunya, akan menghindarkanku dari pemborosan uang untuk hal negatif
atau maksiat yang bisa mengakibatkan sombong dalam diriku. Menolong dengan
mendoakannya justru membuatku sedikit lebih dekat dengan Sang Pencipta. Tanpa ada
hal ini, aku jauh dari Yang Maha Kuasa. Aku tak pernah sering meminta seperti
sekarang ini.