Kebas Cemas Pijar Psikologi

Agustus 12, 2018

Haaai gaaiss welcome back to my channel hihihi. Ngimpi banget punya vlog ya.
Anyway selamat datang kembali di blog yang nirfaedah ini. Setelah sekian lama akhirnya ngisi konten juga padahal kontennya udah expired haha. It's okayHaaai gaaiss welcome back to my channel hihihi. Ngimpi banget punya vlog ya.
Anyway selamat datang kembali di blog yang nirfaedah ini. Setelah sekian lama akhirnya ngisi konten juga padahal kontennya udah expired haha. It's okay lah ya. Saya ngerasa masih punya utang waktu nawarin bakal ngasih blog dengan topik tentang kesehatan mental di IG story. Here it is.

Sekitar 5 bulan yang lalu salah satu startup yang dibina oleh kantor saya ngadain acara kecil-kecilan di salah satu co-working space di daerah Demangan Jogja. Startup ini dinamai Pijar Psikologi karena bidang expertise nya adalah seputar psikologi. Acara yang dinamai 'Kebas Cemas' ini diangkat mengingat saat itu berdekatan dengan peringatan kesehatan mental. Tarif per sesi acara adalah Rp 50.000,00.

Pijar Psikologi mengangkat topik cemas/anxiety berkenaan dengan tingginya peluang individu untuk mengalami kecemasan dalam hidupnya. Kecemasan diakibatkan oleh pikiran negatif, pikiran takut gagal, pikiran takut salah atas sesuatu hal dalam hidup kita. Berawal dari pikiran tersebut, muncul respon biologis pada tubuh kita dalam menghadapi sesuatu. Respon biologis adalah respon yang dilakukan oleh tubuh secara fisik akibat dari perasaan&pikiran negatif tersebut diantaranya yang sering dialami adalah jantung yang berdegup kencang, keringat dingin, telapak tangan yang basah, tubuh lemas, bahkan ada yang memiliki respon alergi gatal-gatal dan masih banyak lagi.

Kecemasan itu wajar jika terjadi dengan dosis tertentu. Kecemasan akan menjadi kondisi yang tidak wajar dan perlu pertolongan jika respon fisik kita berlebihan misal pingsan, menimbulkan sakit fisik yang tidak kunjung sembuh, bahkan hingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Narsum saat itu menghimbau bagi kita untuk mengenali kecemasan masing-masing, penyebab, dan menemukan alternatif pemecahan kecemasan satu per satu.

Metode yang dilakukan antara lain membuat kelompok kecil berisi 5 orang. Kemudian kami diberikan tabel yang berisi
a. Poin-poin yang sering membuat cemas
b. Ekspektasi atas hal yang sering membuat cemas
c. Realita terjadi pada poin a
d. Cara mengatasi poin a yang pernah dilakukan
e. Hasil dari poin d jika sudah dilakukan
Ilustrasi yang diberikan sebagai contoh berikut
a. Poin-poin yang sering membuat cemas : tugas bos sulit sehingga membuat cemas
b. Ekspektasi atas hal yang sering membuat cemas : tugas terselesaikan dengan baik tanpa masalah
c. Realita terjadi pada poin a : tugas belum bisa selesai dengan tuntas meskipun sudah dilakukan semaksimal mungkin
d. Cara mengatasi poin a yang pernah dilakukan : meminta bantuan teman membantu menyelesaikan tugas
e. Hasil dari poin d jika sudah dilakukan : selesai tepat waktu
Dari simulasi tersebut, baru bisa saya tangkap jika solusi dari segala hal yang membuat cemas adalah mencari solusi untuk memecahkannya. Dari simulasi tersebut, fasilitator kami meminta untuk saling mengevaluasi teman dan menceritakannya ke kelompok kecil tersebut.

Sharing kelompok kecil pun dimulai. Kemudian fasilitator mempersilakan untuk sharing dari hasil yang sudah dituliskan di tabel sebelumnya. Saya berinisiatif untuk mengawali sharing saat itu. 
a. Poin-poin yang sering membuat cemas : di keseharian saya selalu mengkhawatirkan kemampuan saya untuk dapat menjadi kakak yang baik dari seorang adik yang autism, saya mengkhawatirkan kemampuan saya untuk dapat membantu orang tua secara finansial ketika orang tua sudah pensiun, saya mengkhawatirkan kemampuan saya untuk membantu pakdhe Budhe yang mengasuh adik autism saya secara finansial mengingat pakdhe menghidupi keluarga saat ini hanya berbekal dari gaji pensiun sedangkan Budhe saya hanya seorang ibu rumah tangga.
b. Ekspektasi atas hal yang sering membuat cemas : ekspektasi saya ingin mendapat pekerjaan tetap sehingga bisa menabung dan punya dana cadangan jika sewaktu-waktu rumah membutuhkan. Mengingat memang mereka sering menolak jika saya berikan uang.
c. Realita terjadi pada poin a : untuk saat ini saya tidak memiliki kendala besar untuk membantu secara finansial. Alhamdulillah. Karena saya selalu berusaha bekerja semaksimal yang saya bisa, menyelesaikan tugas atasan semaksimal yang saya mampu sehingga mau saat itu masih pekerjaan kontrak pun terus dipercaya untuk bekerja. Dari hasil pekerjaan tim yang baik pun akan mendatangkan project-project yang baru lagi. Kekhawatiran sekarang bergeser menjadi keraguan mendapatkan pasangan yang mengerti kondisi keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus akan tetapi mau tetap mendukung saya punya karir/setidaknya punya karya di samping bekerja saat ini dengan tetap memprioritaskan suami&anak. Kok maunya banyak ya. Haha.
d. Cara mengatasi poin a yang pernah dilakukan : bekerja dengan sungguh-sungguh semaksimal kemampuan yang dimiliki
e. Hasil dari poin d jika sudah dilakukan : alhamdulillah tidak pernah menganggur sehingga dipercaya untuk bekerja sebagaimana mestinya. Alhamdulillah secara finansial selalu cukup. Qadarullah Allah memberi amanah pekerjaan tetap sekaligus menyenangkan dan makin mendekatkan diri pada-Nya sehingga saya tidak perlu mengkhawatirkan gaji fluktuatif atau kontrak kerja yang bisa berakhir sewaktu-waktu.

Lalu fasilitator memberikan kesempatan bagi peserta lain untuk memberi tanggapan. Seorang mahasiswa Biologi sebut saja Ira ternyata juga mengalami apa yang saya rasakan meski tidak sesuai yang ia tuliskan. Sesungguhnya ia menuliskan anxiety dia untuk berbicara di muka umum. Menyaksikan saya berani membuka kecemasan saya, ia utarakan kecemasan yang sama. Ia mengkhawatirkan pasangan yang tidak mau menerima kondisi adiknya yang autism sedangkan ia kelak akan jadi tulang punggung keluarga sekaligus membimbing adiknya.

Sebenernya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Apa yang sudah digariskan, tinggal dicari solusi, kalau sudah maksimal tapi belum sesuai kehendak termasuk dengan kondisi adik yang tidak normal, tinggal serahkan semua pada Allah. Banyak hikmah yang bisa diambil dari apa yang sudah Allah berikan. Di mata orang mungkin memiliki keluarga yang autism akan membebani. Tapi, kalau kita mendapatkan pasangan yang supportif, tinggal ubah saja kekurangan yang dimiliki menjadi kesempatan menjadi positif di bidang yang lain.

Adik saya tidak normal, sama dengan adik Ira yang cenderung tidak dapat dikontrol emosi, tingkah lakunya berbeda dengan yang normal. Tinggal ambil positifnya saja, orang normal bisa jadi durhaka pada orang tuanya sehingga di akhirat mungkin pertanggungjawaban orang tua kepada Allah bisa jadi lebih berat. Bagi anak autism, mereka bahkan tidak tau apa visi mereka untuk hidup, bisa mandiri dalam aktivitas sehari-hari seperti adik saya saja sudah alhamdulillah, apalagi mau durhaka pada orang tua. Hal yang mustahil untuk dilakukan. Barangkali pertanggungjawaban di akhirat bagi orang tua yang memiliki anak spesial ini jauh lebih ringan dibandingkan dengan anak normal.

Sebenernya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Jika memang laki-laki yang datang untuk menemani ibadah menikah mau sayang pada adik yang autism, insya Allah ladang pahala mengalir dari-Nya. Allah ga akan pelit untuk ngasih pahala&ganjaran bagi umat-Nya jika memang Dia kehendaki.

Hal ini juga didukung oleh partner kerja saya di forum itu. Bu Yuni membenarkan jika jodoh adalah orang yang dikirim oleh Allah untung mengimbangi, melengkapi kekurangan kita. Apapun yang diberi Allah adalah yang sangat terbaik bagi kita. Tinggal kita yang positif aja dalam menyikapinya, mengambil hikmahnya.

Masing-masing orang punya jalurnya masing-masing. Fokus saja pada apa yang kita miliki lalu syukuri. Niscaya tidak akan ada kecemasan berlebih dalam diri kita. 

You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook